POV Dewi Puspasari
Hari ini aku pergi meninggalkan padepokan dan guruku. Aku sangat sedih. Namun aku harus menjalankan perintah guru untuk berpetulang. Aku akan turun gunung dan pergi ke arah selatan.
Sore itu aku sampai di sebuah hamparan rumput yang hijau di atas bukit. Disekitar hamparan rumput hijau itu ditumbuhi oleh perdu. Ada batu besar dihamparan rumput itu.
(Gambar ilustrasi hamparan rumput)
Aku akan bermalam di bukit. karena sebentar lagi hari akan segara berganti malam dan Kabut akan semakin tebal .
Matahari pun tenggelam di ufuk barat. Dua buah bulan, satu berwarna putih dan satu lagi berwarna agak hitam menghias angkasa. Pada malam hari, dua benda bulat itu akan tampak bersinar lebih terang dibandingkan pada siang hari yang berwarnanya lebih pucat. Bintang-bintang pun sudah mulai kelihatan. Meskipun malam begitu gelap, namun kelap-kelip bintang-bintang dan bulan di atas langit sedikit menerangi permukaan bumi yang sedang di selimuti kegelapan malam.
Aku melihat ke atas langit, malam ini ada banyak sekali bintang jatuh. Sepertinya sedang terjadi hujan bintang jatuh. Pemandangan di langit begitu indah. Aku sungguh beruntung bisa melihat peristiwa ini. Namun aku jadi teringat guru, apakah yang sedang dilakukan oleh guru di padepokan saat ini. Aku merindukan guru. Padahal aku baru saja meninggalkannya, namun aku merasa sudah lama sekali berpisah dengannya. Semoga guru baik-baik saja disana.
Malam semakin larut, aku merebahkan tubuhnya di atas batu dan mencoba untuk tidur. Aku merasakan angin bertiup tidak terlalu kencang namun udara masih terasa dingin menyentuh tubuhku meskipun aku sudah berselimut kain. Aku akhirnya tertidur. Dan tak terasa Hari sudah mulai pagi, aku segera melanjutkan perjalananku. Namun sebelum itu aku akan mencari sungai atau mata air. aku ingin membersihkan tubuhku. Aku berjalan menuruni bukit dan aku menemukan sebuah cekungan air di bawah sebuah pohon besar. Cekungan itu menampung air yang berasal dari mata air yang ada di dalamnya. Aku membasuh muka dan mencuci telapak tangan, lengan, dan kakiku. Aku merasa sudah cukup membersihkan tubuhku.
Aku sudah merasa lapar. Aku harus segara sampai di pemukiman penduduk terdekat dan mencari rumah makan.
Aku kembali menggunakan jurus meringankan tubuh. Dan akhirnya sampai di sebuah pemukiman penduduk. Pemukiman ini berpagar keliling yang terbuat dari batang kayu setinggi kurang lebih 2 meter. Aku masuk ke dalam pemukiman, suasananya begitu ramai sekali, tapi dimana ya rumah makannya. aku bertanya pada diriku sendiri. Dan aku melihat ada sebuah rumah makan. Aku menuju kesana dan masuk ke dalam rumah makan itu. Saat aku masuk ada seorang pelayan yang menghampiriku dan menanyakan apakah aku ingin memesan makanan. Aku menjawabnya aku ingin memesan ikan bakar dan dia mempersilakan aku duduk. Kemudian pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesananku.
Aku melihat seisi ruangan rumah makan. Sekilas mataku tertuju pada seorang pemuda yang sedang duduk di kursi meja makan yang ada di pojok rumah makan ini.Aku tahu Mata pemuda itu sedang memperhatikanku sejak aku masuk dalam rumah makan ini. Aku melangkah menuju meja yang berada di dekat dengan meja tempat pemuda itu duduk. Aku duduk dan aku melihatnya masih menatapku. Sesaat Kami saling berpandangan. Dia memalingkan mukanya. Sepertinya dia malu. Karena katahuan terus memandang kearahku. Pemuda ini sungguh lucu. Kalau aku lihat, pemuda ini lumayan tampan dan gagah juga, siapakah dia. Dia sepertinya sama seperti diriku bukan berasal dari daerah ini.
Aku melihat pelayan membawakan makanan untuknya yaitu ayam bakar. Dia keliatan lahap sekali memakannya. Perutku jadi tambah lapar. Aku mengajaknya berbicara, dia memperkenalkan dirinya kepada. Namanya Rangga Wicesa. Sebuah nama yang bagus sesuai dengan orangnya. dan dia juga seorang pemuda yang ramah. Tak lama kemudian, pelayan datang membawa makanan pesananku. Aku ijin padanya untuk makan. Baru sedikit aku makan. Tiba-tiba saja dia berteriak dan memeluk tubuhku. Tubuh kami jatuh ke lantai. Aku juga merasakan ada kekuatan dari luar yang mengancam. Dan perasaan itu ternyata benar.
Duarrrrrrrrr... Dinding rumah makan beserta atap jebol oleh serangan dari luar. Rumah makan terbelah jadi dua. Aku masih berada dalam pelukan rangga, ada getran-getaran aneh yang aku rasakan dan jantungku terasa berdebar. Dia mendekapku dengan kuat aku dapat merasakan panas tubuhnya. Sepertinya dia mengeluarkan tenaga dalamnya untuk melindungi tubuh kami dari serangan itu. Pemuda ini telah menolongku. Aku yakin rangga adalah pemuda yang baik hati.
Beberapa Serangan datang kembali menghantam rumah makan dan menyebabkannya menjadi benar-benar hancur porak poranda. Puing-puing berserakan. Serta korban bergelimpangan dimana-mana. Rangga melepaskan pelukannya dari tubuhku. Aku dan rangga bangkit dari puing-puing yang berserakan.
Aku lihat Rangga berbicara dengan orang itu. Orang itu malah marah dan meminta rangga menyerahkan diriku kepada orang itu. Dan tiba-tiba saja orang itu menyerang Rangga dengan pukulan Angin membelah bumi. Untunglah Rangga bisa menghindarinya. Rangga tidak mau meladeni orang itu dan rangga berbicara padaku untuk memilih pergi dari pemukiman dan tiba-tiba saja dia menggendongku. Tanganku spontan berpegangan dipundak Rangga. Rangga membawaku pergi.
Ini adalah kejadian yang tak terduga. Aku bertemu dengan Rangga dalam kondisi seperti ini. Seorang pumuda yang baru aku kenal dan telah membuatku jatuh hati pada pandangan pertama.