POV Rangga Wicesa
Entahlah siapa aku sebenarnya. Aku tidak ingat apapun tentang diriku sendiri. Aku tidak ingat asal-usulku, darimana aku berasal. Tidak ada kenangan masa lalu dalam kepalaku. Hanya kenangan bersama kakek yang tersisa. Sekarang aku hidup sendiri dalam hutan yang ada di sebuah lereng gunung. Aku tinggal dalam sebuah gubuk sederhana. Setiap hari aku menghabiskan waktu untuk mencari kayu bakar dan buah di hutan atau pergi berburu binatang liar seperti rusa atau kelinci. Untuk menagkap binatang liar, aku hanya perlu membuat perangkap dan menunggu binatang itu masuk dalam perangkap. Selain berburu binatang liar, aku juga suka menangkap ikan di sungai yang berada tak jauh dari tempat tinggalku.
Dulu aku tinggal di gubuk ini bersama seorang kakek. Kakek yang menemukan aku di dalam hutan. Kakek itu bernama Brajamusti. Selama ini hanya kakek yang aku kenal dan aku belum kenal orang lain selain kakek. Kakek telah mengajari aku berbagai hal seperti ilmu bela diri, cara berburu dan cara untuk bertahan hidup. Kakek juga selalu memberikan aku ilmu tentang bagaimana aku mengerti arti hidup di dunia ini dan percaya adanya Sang Pencipta yang maha pengasih dan maha penyayang.
Namun pada suatu malam kakek Brajamusti menghilang. Aku masih ingat bagaimana itu terjadi. Saat itu malam begitu hening dan angin pun berhembus dengan pelan membelai dedaunan pepohonan diiringi suara binatang malam. Aku dan kakek sedang berbincang-bincang dalam gubuk sambil menikmati singkong dan ubi bakar yang masih hangat. Aku melihat kakek yang semula sedang bicara seketika terdiam. Terdengar suara wussssssss.... dari atas langit. Mukanya tampak tegang seolah-olah tahu ada suatu peristiwa yang akan terjadi. Tak lama kemudian tiba-tiba terdengar suara dentuman keras seperti ada benda besar jatuh dari atas langit. "Buuuuuuummmmmmm..." Tanah bergetar hebat saat benda itu jatuh menabrak bumi. Pohon-pohon di dekat benda jatuh itu semuanya tumbang. Aku tersentak kaget. Kakek langsung beranjak dari duduk dan pergi keluar.
"Rangga apapun yang terjadi di luar sana, kamu harus tetap berada di dalam gubuk ini" kata kakek.
"Baik kakek" jawabku tegang.
Aku sebenarnya khawatir dan penasaran, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Aku mendengar suara aneh dari luar dan sesaat kemudian terdengar teriakan kakek.
"Aaaahhhhhhh......."teriak kakek.
Aku kaget dan langsung bergegas keluar. Aku melihat sebuah benda besar berbentuk lingkaran besar berdiameter setinggi tubuh manusia. Benda itu melayang di atas cekungan tanah tempatnya jatuh dari langit. Dalam lingkaran itu ada asap yang berwarna biru bercahaya terang yang berputar cepat seperti pusaran air. Dan aku lihat tubuh kakek tersedot ke dalam pusaran itu. Aku berlari ke arah kakek dan mencoba meraih tangan kakek. Namun aku terlambat kakek sudah tersedot oleh pusaran itu. Benda berbentuk lingkaran itu lalu mengecil ukurannya dan bentuknya berangsur-angsur berubah menjadi sebuah kotak logam yang berwarna biru seukuran dadu yang melayang di udara. Aku menghapiri dan mencoba menggapai benda itu dengan tanganku. Aku berhasil menggengamnya dalam tanganku. Benda itu bercahaya dalam genggamanku dan terasa begitu panas dan menyakitkan. Aku merasa benda itu mencair dan meresap perlahan masuk dalam telapak tangan dan menjalar ke pembuluh darah di tanganku. Mataku dapat melihat cahaya yang mengalir dakam pembuluh darah dan terus masuk ke dalam tubuh. Tubuhku terasa panas sekali dan dadaku sesak Dan aku langsung tidak sadarkan diri.
Aku kembali tersadar saat sinar matahari menerpa wajahku. Badanku terasa begitu ringan. Aku tak lg merasakan panas atau sakit pada tubuhku. Aku teringat dengan kejadian semalam. Kakek tersedot dalam pusaran pada benda berbentuk lingkaran. Dan benda itu berubah menjadi kotak kecil. Saat aku memegangnya, benda itu mencair dan masuk dalam tubuhku. Aku masih tidak mengerti dengan kejadian itu. Aku tidak tahu bagaimana nasib kakek di dalam sana apakah masih hidup atau sudah meninggal.
BERSAMBUNG
Baca kisah selanjutnya:
Sang Petualang - Bagian II: Sebuah Petunjuk
Sang Petualang - Bagian III: Misi Pertama (1)
Sang Petualang - Bagian III: Misi Pertama (2)